Selama musim hujan khususnya dengan
curah hujan tinggi dan mengakibatkan banjir, masyarakat diimbau untuk waspada
terhadap penyakit yang biasa muncul. Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kemenkes Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama
SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE, menyebutkan ada 7 penyakit penyakit, yaitu
Diare, Demam Berdarah, Leptospirosis, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA),
Penyakit kulit, Penyakit saluran cerna lain, dan Perburukan penyakit kronik
yang mungkin memang sudah diderita.
Penyakit Diare sangat erat kaitanya
dengan kebersihan individu (personal hygiene). Pada musim hujan dengan
curah hujan yang tinggi maka potensi banjir meningkat. Pada saat banjir,
sumber-sumber air minum masyarakat, khususnya sumber air minum dari sumur
dangkal akan banyak ikut tercemar. Di samping itu pada saat banjir biasanya
akan terjadi pengungsian di mana fasilitas dan sarana serba terbatas termasuk
ketersediaan air bersih. Itu semua menjadi potensial menimbulkan penyakit diare
disertai penularan yang cepat.
“Masyarakat agar tetap waspada. Untuk
menghindari terserang penyakit diare. Caranya dengan mencuci tangan pakai sabun
setiap akan makan/minum serta sehabis buang hajat; merebus air minum hingga
mendidih setiap hari; menjaga kebersihan lingkungan; dan menghindari
tumpukan sampah disekitar tempat tinggal. Hubungi segera petugas
kesehatan terdekat bila ada gejala-gejala diare”, kata Prof Tjandra.
Pada saat musim hujan, biasanya akan
terjadi peningkatan tempat perindukan nyamuk aedes aegypti yaitu nyamuk penular
penyakit demam berdarah. Hal ini dikarenakan pada saat musim hujan banyak
sampah misalnya kaleng bekas, ban bekas serta tempat-tempat tertentu terisi air
dan terjadi genangan untuk beberapa waktu. Genangan air itulah akhirnya
menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk tersebut. Dengan meningkatnya populasi
nyamuk sebagai penular penyakit, maka risiko terjadinya penularan juga semakin
meningkat.
“Masyarakat diharapkan ikut
berpartisipasi secara aktif melalui gerakan 3 M yaitu mengubur kaleng-kaleng
bekas, menguras tempat penampungan air secara teratur dan menutup tempat penyimpanan
air dengan rapat. Selain itu agar masyarakat segera membawa keluarganya ke
sarana kesehatan bila ada yang sakit dengan gejala panas tinggi yang
tidak jelas sebabnya yang disertai adanya tanda-tanda perdarahan,” tambah Prof.
Tjandra.
Penyakit leptospirosis disebabkan oleh
bakteri yang disebut leptospira. Penyakit ini termasuk salah satu penyakit
zoonosis, karena ditularkan melalui hewan/binatang. Di Indonesia hewan penular
terutama adalah tikus melalui kotoran dan air kencingnya. Pada musim hujan terutama
saat terjadi banjir, maka tikus-tikus yang tinggal di liang-liang tanah akan
ikut keluar menyelamatkan diri. Tikus tersebut akan berkeliaran di sekitar
manusia dimana kotoran dan air kencingnya akan bercampur dengan air banjir
tersebut. Seseorang yang ada luka, kemudian bermain/terendam air banjir yang
sudah tercampur dengan kotoran/kencing tikus yang mengandung bakteri
lepstopira, maka orang tersebut potensi dapat terinfeksi dan akan jatuh menjadi
sakit.
“Untuk menghindari timbulnya penyakit
leptospirosis masyarakat agar melakukan langkah-langkah antisipasi yaitu
menekan dan hindari adanya tikus yang berkeliaran di sekitar kita, dengan
selalu menjaga kebersihan; hindari bermain air saat terjadi banjir, terutama
bila ada luka; gunakan pelindung misalnya sepatu boot, bila terpaksa harus ke
daerah banjir; dan segera berobat ke sarana
kesehatan bila sakit berkepanjangan”, kata Prof. Tjandra.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
dapat berupa bakteri, virus dan berbagai mikroba lainnya. Gejala utama dapat
berupa batuk dan demam, kalau berat dapat / mungkin disertai sesak napas, nyeri
dada dll. Untuk menangani penyakit ini, masyarakat diimbau untuk istirahat,
pengobatan simtomatis sesuai gejala, mungkin diperlukan pengobatan kausal untuk
mengatasi penyebab, meningkatkan daya tahan tubuh, mencegah penularan pada
orang sekitar, a.l dengan menutup mulut ketika batuk, tidak meludah sembarangan
dll.
“Faktor berkumpulnya banyak orang –
misalnya di tempat pengungsian korban banjir- juga berperan dalam penularan ISPA,”
kata Prof. Tjandra.
Penyakit kulit, dapat berupa infeksi,
alergi atau bentuk lain pada musim banjir maka masalah utamanya adalah
kebersihan yang tidak terjaga baik. Seperti juga pada ISPA, maka faktor
berkumpulnya banyak orang -misalnya di tempat pengungsian korban banjir- juga
berperan dalam penularan infeksi kulit.
Penyakit saluran cerna lain, misalnya
demam tifoid. Dalam hal ini juga faktor kebersihan makanan memegang peranan
penting.
Selain itu juga perlu diperhatikan
perburukan penyakit kronik yang mungkin memang sudah diderita. Hal ini terjadi
karena penurunan daya tahan tubuh akibat musim hujan berkepanjangan, dan
apalagi bila banjir berhari-hari.
Berita ini disiarkan oleh Pusat
Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk
informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline
500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669,
website www.depkes.go.id dan alamat email kontak@depkes.go.id.
Blognya bagus..... tampilkan kegiatan puskesmas Singkut.. biar lebiah mantab....
BalasHapus